Teruslah menghina ?


Yang direndahkan tak selalu rendah

Jika kita memperhatikan dua calon Presiden dan wakilnya untuk pemilihan umum tahun 2019, persaingannya benar-benar panas. Namun memang ada salah satu calon yang saya perhatikan lebih suka bersaing dengan cara cara yang konfrontatif, lebih suka diekspose sekalipun kadang-kadang menggunakan cara cara yang tidak elegan. Cara-cara yang merendahkan pihak lain kadang-kadang membuat orang lain menjadi tidak nyaman. Seperti misalnya menyebut tampang Boyolali yang serta merta menuai kritik dari mereka yang lahir di Boyolali. Kemudian wartawan tidak bisa kaya, serta merta membuat wartawan gerah, lalu akhir akhir ini adalah “lulusan SMA paling banter cuma jadi tukang ojek”, yang inipun pasti membuat tukang ojek menjadi bergejolak.

Tetapi diatas semuanya itu marilah saya ajak kita melihat sisi positif dari pernyataan-pernyataan tersebut.  Kita lihat bahwa semua pernyataan merendahkan itu tidak terbukti nyata, hal tersebut nampak dari respon yang begitu santer setelah pernyataan tersebut diluncurkan. Justru terjadi hal hal yang berkebalikan. Bahwa sesungguhnya ada juga tampang Boyolali yang sukses sebagai orang terpandang dan berjabatan, bahwa sesungguhnya ada banyak wartawan yang sukses secara finansial, bahwa sesungguhnya banyak tukang ojek yang menjadi tumpuan hidup keluarganya dan juga sukses, tidak semua tukang ojek hidup sengsara. Bahwa ada dokter yang punya sambilan sebagai tukang ojek itu sungguh sebuah kenyataan yang menohok. Bahwa ada banyak hal positif dimunculkan akibat adanya pernyataan kontroversial tersebut.

So bagaimana? Kalau sudah begini saya bersyukur ada orang yang memancing bawah sadar kita bahwa sebenarnya tak ada yang perlu direndahkan karena sesungguhnya kita duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.  Bangsa kita bangsa yang beradab dan mulia, tentu tak pantas sesama anak bangsa salin merendahkan. Tetaplah berjuang untuk kemajuan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar