Semalam saya masih merenungkan masalah tanggal dimana saya
jatuh sehingga mengakibatkan tulang Klavikula saya patah. Setidaknya dua orang
memberi masukan kepada saya agar menelisik mengapa saya sampai jatuh disana?
Tentu untuk menelisik diperlukan rasa atau hati. Sebab tidak mungkin bagi saya
bertindak macam detektif mencari tahu kesana kemari, lagian mesti mencari tahu
kepada siapa? Harilepas hari setidaknya
sudah terlampaui sebanyak 96 hari saat saya memposting tulisan ini. Meski tidak
secara aktif mencari tahu namun dalam hati saya mempergumulkannya. Dalam doa doa saya selalu bertanya
kepada Tuhan, “Apakah makna dari kejatuhan saya Tuhan”, tentunya ini akan
dianggap aneh oleh sebagian orang, karena untuk apa mencari tahu tentang hal
hal yang sudah lewat, ambil saja hikmahnya yaitu harus berhati-hati, Memang
sebagian nasihat itu benar namun karena saya yang mengalaminya sendiri maka
tentu dalam hati saya selalu dirundung rasa ingin tahu yang berlebihan. Seorang teman bahkan mengatakan bahwa saya barangkali
“menabrak” sesuatu mahluk tak nampak mata sehingga membuat mahluk itu
tersinggung lalu menjatuhkan saya. Entahlah.
Namun kemarin malam saya mendapat hikmat Tuhan dari dalam
pemikiran dan pemahaman saya. Ketika
semalam sekitar jam 01.30 saya terbangun saya mendapat pemahaman bahwa saya
harus memperhatikan orang tua saya.
Entahlah saya setangah percaya dan tidak. Saya ingat waktu saya jatu adalah tanggal 22
bulan 2, jika ditari kebelakang atau semua angka dikurangi satu maka akan
muncul angka tangal 21 bulan 1 dan itulah tanggal dimana Ibu saya dipanggil
oleh Tuhan. Memang sudah sekian lama
saya tidak nyekar. Ah tetapi saya masih mempergumulkannya, karena apakah Tuhan
se tega itu mengingatkan saya sampai saya harus jatuh dan mengalami patah tulang? Ibu saya meninggal dan jenazahnya dikremasikan,
abunya saya larung ke Parangkusumo.
Beberapa bulan semenjak berpulangnya saya selalu datang ke Parangtritis
untuk sekedar menabur bunga tanpa memanjatkan doa, hanya mengenang segala
kebaikannya dan meneruskan apa yang sudah menjadi semangat kebaikan ibu saya. (
dalam agama kami, Kristen tidak ada mendoakan bagi arwah karena kami percaya
urusan setelah kehidupan adalah hak sepenuhnya Tuhan semesta alam. Kami
menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan )
Sampai sekarang saya masih terus bertanya kepada Tuhan,
benarkah itu suara Tuhan yang memberi hikmat kepada saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar