INTERVAL WALKING TRAINING: sederhana, tapi manfaat luarbiasa

 

Interval Walking Training

“Bayangkan ada sebuah cara olahraga sederhana… hanya dengan berjalan kaki… yang bisa membantu Anda membakar lemak lebih cepat, menyehatkan jantung, bahkan meningkatkan fungsi otak. Dan yang menarik, cara ini tidak memerlukan alat mahal, tidak butuh keanggotaan gym, hanya sepatu yang nyaman. Namanya adalah Interval Walking Training.”

Saya membaca artikel tentang IWT ( Interval Walking Training) di sebuah berita online, nampaknya sepele dan tidak meyakinkan sampai saya akhirnya mencoba melakukannya.  Sebagai lelaki tua 58 tahun tentu olah raga menjadi sebuah kebutuhan layaknya makan makanan bergizi dan sehat.  Setidaknya 2 hari sekali dalam seminggu atau 3 kali seminggu saya menyempatkan diri olah raga di pagi hari, mulai jam 06.00 sampai kira-kira 06.45.  Jalanan di Jogja belum terlalu padat namun cukup ngeri ngeri sedap karena pada pagi itu mereka berpacu melawan waktu, antara yang masuk kantor dan mengantar anak-anak ke sekolah. Dan rute saya selalu bersamaan dengan mereka. Maklum saya tinggal di kota yang agak minggir mendekati jalan lingkar selatan.  Olah raga yang saya lakukan adalah jalan santai, kadang saya campur dengan berlari ringan. Ide mencampur lari dan jalan ini saya peroleh dari statement si Felix Zuhendri yang mengatakan bahwa olah raga itu harus sampai terengah-engah. Jadilah saya mengkombinasikan jalan dan lari ringan.   Sampai kemudian saya menemukan ternyata ada metode jalan cepat dan jalan santai yang dikombinasikan sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat yang luar biasa kepada tubuh.  Itulah Interval Walking Training.  Namun sesungguhnya saya "iri hati" dengan anak saya yang mengikuti Half Marathon di suatu waktu dan tempat. ha ha ha bolehlah iri untuk hal hal yang positip.

Inilah dia IWT yang saya banggakan ........

Seorang profesor dari Jepang pernah melakukan penelitian panjang tentang jalan kaki dengan metode interval. Caranya sederhana: Anda berjalan cepat selama 3 menit, lalu berjalan santai selama 3 menit. Ulangi pola ini beberapa kali, total sekitar 30 menit.

Hasilnya? Luar biasa. Orang yang rutin melakukannya mengalami peningkatan kebugaran, tekanan darah lebih stabil, kolesterol membaik, bahkan otot-otot tubuh lebih kuat.

Kenapa bisa begitu? Saat kita berjalan cepat, detak jantung meningkat, oksigen lebih banyak dipompa ke seluruh tubuh. Lalu, saat kita melambat, tubuh belajar memulihkan diri. Pola naik-turun inilah yang melatih sistem kardiovaskular agar lebih efisien, mirip seperti latihan interval pada atlet—tapi dengan cara yang jauh lebih ringan dan aman.

Bahkan, penelitian juga menunjukkan interval walking membantu meningkatkan metabolisme tubuh. Artinya, tubuh lebih efisien membakar energi bahkan setelah latihan selesai. Inilah alasan mengapa metode ini sangat cocok untuk orang yang ingin menurunkan berat badan atau menjaga vitalitas di usia 40, 50, bahkan 60 tahun ke atas.

Dan ada satu bonus tambahan: berjalan interval terbukti mampu memperbaiki suasana hati, menurunkan stres, dan meningkatkan fokus. Jadi, bukan hanya tubuh yang sehat, pikiran pun jadi lebih jernih.”

Kesehatan bukan hadiah yang datang begitu saja. Ia adalah hasil dari kebiasaan sederhana yang kita lakukan setiap hari.

Dengan interval walking training, Anda tidak hanya melangkah untuk hari ini, tetapi juga berinvestasi untuk kesehatan jangka panjang.

Jadi, jangan tunda lagi. Kenakan sepatu Anda, keluar rumah, dan mulailah melangkah. Karena setiap langkah kecil yang konsisten… akan membawa perubahan besar.

Olah raga ini bukan saja untuk orang tua 40-60 tahun tetapi juga bermanfaat bagi orang muda, sebagai selingan.

Selamat mencoba


Yogyakarta, agak siang nih sekira jam 07.55. Dikala matahari sudah menghangat


MENYANGKAL DIRI YANG SALAH KAPRAH (renungan Kristiani)




Melihat fakta kejadian di sekitar kita belakangan ini, terlepas dari sudut pandang politik apapun maka para koruptor yang tertangkap oleh KPK maupun Kejaksaan bisa dilihat rekam jejaknya sebelum mereka menajdi tersangka.  Umumnya mereka akan menampakkan penampilan yang seolah-olah tidak menyukai korupsi, selalu melawan korupsi, menganjurkan kepada bawahannya supaya melawan korupsi.  Bahkan ada yang melontarkan ide untuk hukuman mati bagi koruptor.
Namun apa yang mereka lontarkan sebelum tertangkap akan berlawanan kenyataannya dengan setelah mereka ditangkap, setidaknya kita bisa melihat dari bahasa tubuhnya.  
Mereka yang pada mulanya menyangkal tidak pernah korupsi dengan berbagai alasannya: aktif dalam organisasi yang menolak korupsi, orang tuanya terpadang dan bersih dari cela korupsi dan sebagainya. Toh akhirnya pengadilan memutuskan mereka harus masuk bui. Inilah yang saya katakan sebagai salah kaprah penyangkalan diri.


Dalam Markus 14:66-72 kita membaca kisah Petrus yang menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Penyangkalan ini lahir dari rasa takut, lemah iman, dan keinginan untuk menyelamatkan diri. Namun, di balik kejatuhan itu, kita belajar makna penting: betapa mudahnya manusia mengelak dari kebenaran demi kenyamanan dan keselamatan sesaat.

Di zaman kita sekarang, kita sering melihat penyangkalan dalam bentuk lain: para koruptor yang ketika terbukti bersalah justru berkata, “Saya tidak melakukan itu.” Mereka menyangkal perbuatan dosa, padahal bukti-bukti mengungkapkan sebaliknya.

Ketika Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku” (Markus 8:34), penyangkalan diri yang dimaksud adalah menolak ego, menolak keinginan dosa, menolak jalan pintas demi kepentingan pribadi, lalu memilih taat kepada Allah. Penyangkalan diri berarti:

  • Tidak hidup untuk kemegahan pribadi, melainkan untuk kemuliaan Allah.

  • Tidak mencari keuntungan sesaat, melainkan kesetiaan pada kebenaran.

  • Tidak menyelamatkan diri dengan kebohongan, melainkan berani jujur meskipun konsekuensinya berat.

Sayangnya, makna luhur ini sering diputarbalikkan. Koruptor yang menyangkal dirinya bukanlah dalam arti meninggalkan dosa, melainkan menolak pengakuan atas dosa. Mereka menyangkal kesalahannya demi menjaga kehormatan palsu, kekayaan, atau kuasa. Penyangkalan ini berbeda dengan ajaran Kristus, karena bukan mengosongkan diri dari dosa, melainkan menutupi dosa dengan kebohongan.

Jika Petrus akhirnya menangis dan bertobat setelah sadar akan penyangkalannya, banyak orang pada zaman ini tetap mengeraskan hati, bahkan menikmati “kenikmatan sesaat” dari hasil kejahatan.

Pesan penting bagi kita, baiklah kita :.....

Jujur pada diri sendiri dan Allah. Jangan menutupi dosa dengan kebohongan. Mengaku salah di hadapan Tuhan adalah awal dari pemulihan.

Belajar dari Petrus. Ia jatuh, tapi tidak berhenti di kejatuhan. Ia menyesal dan kembali dipakai Tuhan untuk pelayanan yang besar.

Penyangkalan diri yang benar. Bukan menyangkal kesalahan, tetapi menyangkal ego yang mendorong kita pada dosa. Inilah panggilan murid Kristus sejati.

Sebagai penutup saya mengajak saudara berhati-hati agar tidak jatuh pada penyangkalan yang salah kaprah. Koruptor menyangkal demi melindungi diri dari kebenaran. Tetapi murid Kristus dipanggil menyangkal diri demi hidup di dalam kebenaran.

Kiranya kita berani berkata: “Lebih baik aku rugi di dunia, asalkan aku tetap hidup benar di hadapan Allah.” Karena pada akhirnya, penyangkalan diri yang sejati akan membawa kita pada kehidupan kekal.


Yogyakarta, pagi sejuk di 7 September 2025



KITAB SUCI DAN AKTUALISASINYA PADA MASA KINI

 Kitab suci bagi banyak umat beragama diyakini sebagai firman yang abadi. Namun, abadi bukan berarti statis. Justru karena keabadiannya, kitab suci harus bisa berbicara dalam setiap zaman, pada setiap konteks, dan kepada setiap manusia yang hidup dalam pergumulan berbeda. 

Betapa semakin banyak anak-anak muda yang meninggalkan kitab suci hanya karena alasan bahasa yang sulit, apalagi konteks zaman yang jauh berbeda, terpaut sampai ribuan tahun menyebabkan generasi z ini juga semakin sulit untuk memahaminya

Tidak jarang kitab suci dibaca hanya dengan kacamata lama, seakan maknanya berhenti di masa lalu. Tafsir menjadi beku, tidak lagi menjiwai kehidupan, bahkan kadang terasa asing dengan realitas zaman modern. Di sinilah pentingnya aktualisasi tafsir—sebuah upaya kreatif dan reflektif untuk menafsirkan ayat-ayat agar senantiasa relevan.

Lalu upaya apa yang bisa dilakukan untuk merespon hal-hal tersebut?

Saya mengusulkan ada 3 hal yang perlu dilakukan agar ayat-ayat suci itu tetap aktual di zaman yang semakin berlari ini:

Tafsir yang Dinamis

Aktualisasi tafsir bukan berarti mengubah firman, melainkan menemukan kembali makna sesuai konteks baru. Misalnya, pesan tentang keadilan dalam kitab suci harus terus dipertanyakan: bagaimana keadilan ditegakkan di era digital? Bagaimana menghadapi ketidakadilan ekonomi global? Sangat baik jika dilakukan dalam kelompok kelompok kajian yang inovatif. Misal dalam agama Kristen dalam kelompok Pemahaman Alkitab. Sebaiknya Pemahaman Alkitab tidak berhenti pada menceritakan masa lalu  dan jauh dari zaman sekarang. Menghapal berapa anak Abraham, berapa lama Yunus berapa di dalam perut ikan, apa negeri yang dijanjikan Tuhan untuk Abraham itu baik semua tetapi jangan berhenti pada itu saja. Apa aktualisasi dan apa yang perlu kita lakukan dalam konteks zaman sekarang ini. Mungkin saja bisa terjadi perdebatan seru dalam diskusi itu, tetapi tidak masalah karena kita masih punya pijakan yang sama.

Menyapa Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Kitab suci tidak hidup dalam ruang hampa. Dialog dengan ilmu pengetahuan, filsafat, politik, bahkan teknologi, menjadi kunci agar ayat-ayat suci tidak terasing dari kenyataan. Tafsir yang diperbarui mampu menjawab isu kesehatan mental, perubahan iklim, sampai etika penggunaan AI. Menurut saya janganlah mencari kecocokan atau sekedar dicocok-cocokan dengan ilmu pengetahuan ayat ayat di kitab suci kalau memang tidak bersesuaian. Upaya mencocokan ilmu pengetahuan dengan kitab suci yang terlalu memaksakan diri akan membuat orang-orang semakin skeptis dan tidak yakin akan kebenaran di kitab Suci.

Spiritualitas yang Menggerakkan

Pada akhirnya kitab suci harus mempunyai dampak terhadap dunia melalui umat-Nya. Ayat ayat hanya tinggal sebagai tulisan belaka jika tidak diwujudkan dalam tindakan nyata. Aktualisasi tafsir tidak berhenti pada wacana. Ia harus berbuah dalam tindakan nyata: solidaritas sosial, kepedulian lingkungan, kejujuran dalam pekerjaan, dan kasih dalam relasi. Tafsir yang hidup adalah tafsir yang mengubah perilaku dan memberi cahaya pada kehidupan bersama.

Aktualisasi ayat-ayat kitab suci adalah panggilan untuk menjadikan teks ilahi sebagai sumber inspirasi yang tidak pernah usang. Dengan tafsir yang selalu diperbarui, kitab suci tetap menjadi kompas yang menuntun manusia—dari zaman kuno hingga era digital.