Kitab suci bagi banyak umat beragama diyakini sebagai firman yang abadi. Namun, abadi bukan berarti statis. Justru karena keabadiannya, kitab suci harus bisa berbicara dalam setiap zaman, pada setiap konteks, dan kepada setiap manusia yang hidup dalam pergumulan berbeda.
Betapa semakin banyak anak-anak muda yang meninggalkan kitab suci hanya karena alasan bahasa yang sulit, apalagi konteks zaman yang jauh berbeda, terpaut sampai ribuan tahun menyebabkan generasi z ini juga semakin sulit untuk memahaminya
Tidak jarang kitab suci dibaca hanya dengan kacamata lama, seakan maknanya berhenti di masa lalu. Tafsir menjadi beku, tidak lagi menjiwai kehidupan, bahkan kadang terasa asing dengan realitas zaman modern. Di sinilah pentingnya aktualisasi tafsir—sebuah upaya kreatif dan reflektif untuk menafsirkan ayat-ayat agar senantiasa relevan.
Lalu upaya apa yang bisa dilakukan untuk merespon hal-hal tersebut?
Saya mengusulkan ada 3 hal yang perlu dilakukan agar ayat-ayat suci itu tetap aktual di zaman yang semakin berlari ini:
Tafsir yang Dinamis
Aktualisasi tafsir bukan berarti mengubah firman, melainkan menemukan kembali makna sesuai konteks baru. Misalnya, pesan tentang keadilan dalam kitab suci harus terus dipertanyakan: bagaimana keadilan ditegakkan di era digital? Bagaimana menghadapi ketidakadilan ekonomi global? Sangat baik jika dilakukan dalam kelompok kelompok kajian yang inovatif. Misal dalam agama Kristen dalam kelompok Pemahaman Alkitab. Sebaiknya Pemahaman Alkitab tidak berhenti pada menceritakan masa lalu dan jauh dari zaman sekarang. Menghapal berapa anak Abraham, berapa lama Yunus berapa di dalam perut ikan, apa negeri yang dijanjikan Tuhan untuk Abraham itu baik semua tetapi jangan berhenti pada itu saja. Apa aktualisasi dan apa yang perlu kita lakukan dalam konteks zaman sekarang ini. Mungkin saja bisa terjadi perdebatan seru dalam diskusi itu, tetapi tidak masalah karena kita masih punya pijakan yang sama.
Menyapa Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kitab suci tidak hidup dalam ruang hampa. Dialog dengan ilmu pengetahuan, filsafat, politik, bahkan teknologi, menjadi kunci agar ayat-ayat suci tidak terasing dari kenyataan. Tafsir yang diperbarui mampu menjawab isu kesehatan mental, perubahan iklim, sampai etika penggunaan AI. Menurut saya janganlah mencari kecocokan atau sekedar dicocok-cocokan dengan ilmu pengetahuan ayat ayat di kitab suci kalau memang tidak bersesuaian. Upaya mencocokan ilmu pengetahuan dengan kitab suci yang terlalu memaksakan diri akan membuat orang-orang semakin skeptis dan tidak yakin akan kebenaran di kitab Suci.
Spiritualitas yang Menggerakkan
Pada akhirnya kitab suci harus mempunyai dampak terhadap dunia melalui umat-Nya. Ayat ayat hanya tinggal sebagai tulisan belaka jika tidak diwujudkan dalam tindakan nyata. Aktualisasi tafsir tidak berhenti pada wacana. Ia harus berbuah dalam tindakan nyata: solidaritas sosial, kepedulian lingkungan, kejujuran dalam pekerjaan, dan kasih dalam relasi. Tafsir yang hidup adalah tafsir yang mengubah perilaku dan memberi cahaya pada kehidupan bersama.
Aktualisasi ayat-ayat kitab suci adalah panggilan untuk menjadikan teks ilahi sebagai sumber inspirasi yang tidak pernah usang. Dengan tafsir yang selalu diperbarui, kitab suci tetap menjadi kompas yang menuntun manusia—dari zaman kuno hingga era digital.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar