Yesus Kristus dan kesederhanaan, sebuah refleksi akhir tahun

Refleksi akhir tahun

Tidak terasa 25 Desember sebentar lagi, jika demikian artinya seminggu lagi kita sudah akan meninggalkan tahun 2014 bersama sama.  Tentu banyak hal banyak janji resolusi yang akan kita evaluasi bersama diakhir tahun ini. Belum lagi belanja ini dan itu, pesta ini dan itu.  Menjelang hari Natal banyak toko toko menggelar diskon, mengobral harga. Menjelang natal banyak gereja gereja akan penuh kembali, secerah lampu lampu natal yang berkedap kedip seperti itulah rupanya iman orang percaya. Bisa jadi pada menjelang Natal ini imannya sedang cerah atau sedang naik daun, sehingga begitu bersemangat mendatangi acara acara sekitar Natal.
Kita kehilangan makna kesederhanaan Yesus Kristus yang hanya lahir di sebuah kandang domba, kita lebih senang merayakan natal dengan tontonan yang hebat, unik dan penuh tata lampu dan tata suara yang membahana. Kita lebih suka menghadiri pesta pesta natal yang memberikan hidangan hidangan yang lezat, sementara kita menantikan hidangan disajikan maka kita bisa menyaksikan aneka pertunjukan dan konser music yang luar biasa. Sementara gembala dipadang menantikan kedatangan kabar sukacita hanya berteman dinginnya udara malam dan domba domba yang sudah terlelap.
Apakah penantian kita dan keinginan kita mendapatkan jawaban yang final disaat Yesus Kristur lahir dihati kita? Peringatan demi peringatan kelahiran Kristus sudah kita lalui dan seperti biasanya makna atau tema tema natal akan segera berlalu seiring datangnya tahun baru. Kita sering melihat atau bahkan mengalami betapa panitia natal, pemusik, arranger, pengarah acara, pemain drama, para majelis, para pendeta sedemikian sibuk dan lelah menjelang Natal, tetapi benarkah mereka memperoleh makna dari peringatan ini.  Kadangkala kita tidak memperoleh makna kelahiran itu sendiri, padahal sebenarnya sangat sederhana.  Hanya manusia yang suka melebih lebihkan, peringatan natal jaman sekarang sudah terlalu berlebihan dan telah bergeser dari kesederhanaan Kristus.  Barangkali saja yang kita inginkan bukan Kristus yang lahir dikandang domba tetapi Kristus yang lahir gagah perkasa berbalutkan kain mahal, lahir dikerajaan bertahtakan emas permata, kemudian dewasa dengan membawa pedang dan menunggang kuda perang. Oh betapa kita sudah menggeser makna kelahiran Kristus dari sederhana menjadi mewah atau super mewah.
Mudah mudahan kita tetap mencintai kesederhanaan seperti ketika Yesus lahir dihati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar