Coba saja tanyakan kepada teman Anda, buku atau bacaan apa yang sedang mereka baca dalam satu minggu atau satu bulan ini? Tentu jawabannya bisa beragam, tetapi saya menduga banyak yang menjawab "Saya tidak membaca apa-apa, karena melihat youtube labih menarik dibandingkan membaca buku". Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk menyenangi sesuatu, termasuk membaca. Sebab otak kita hanya menyenangi sesuatu hal yang ingin ia senangi. Jadi memang sulit membangkitkan membaca pada orang yang pada dasarnya tidak suka membaca.
Meskipun secara statistik negeri ini mengalami pertumbuhan dalam hal minat baca pada tahun 2024 namun itu pun masih tergolong sedang, belum bisa masuk pada kategori tinggi. Tidak mengapa, sepanjang memang ada trend kenaikan. Mari kita lihat data nya
Statistik TGM ( Tingkat Kegemaran membaca ) Nasional (Tahun 2021–2024)
-
2021: Skor TGM sebesar 59,52 (kategori sedang)
-
2022: Meningkat menjadi 63,90 (kategori tinggi)
-
2023: Terus naik menjadi 66,77 (kategori tinggi)
-
2024: Skor terbaru menunjukkan 72,44, tetapi meski lebih tinggi, masih masuk dalam kategori sedang (rentang skor 50,1–75)
Tren ini menunjukkan adanya peningkatan konsisten dalam minat baca masyarakat
Ada tambahan data dari UNESCO yang demikian :
Menurut data UNESCO, minat baca orang Indonesia sangat rendah—hanya sekitar 0,001 %, artinya hanya 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca Tempo+14RRI+14GoodStats Data+14Wikipedia+6Art Calls Indonesia+6lpmmissi.com+6.
-
Sementara data dari BPS tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya sekitar 10 % penduduk Indonesia yang benar-benar rajin membaca buku kallainstitute.ac.id+1.
Angka dari UNESCO menggambarkan gambaran historis terkait budaya membaca—dengan tingkat yang sangat rendah—sedangkan data BPS dan TGM Perpusnas menunjukkan tren perbaikan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Lalu apa sebenarnya kesulitan yang dihadapi dari orang orang yang tidak suka membaca padahal ketersediaan buku bacaan sudah semakin mudah dari tahun ke tahun. Dimana membaca sudah tidak lagi harus membeli buku karena adanya kemudahan-kemudahan sebagai berikut:
Digitalisasi: Saat ini ada banyak aplikasi baca (Gramedia Digital, iPusnas, Google Books), plus ebook gratis dari pemerintah.
-
Perpustakaan: Jumlah perpustakaan meningkat, bahkan di desa (Perpusdes, Taman Bacaan Masyarakat).
-
Buku Murah: Buku bajakan (meski ilegal) membuat bacaan jadi lebih murah.
👉 Artinya, secara fisik maupun digital, bahan bacaan jauh lebih mudah diakses daripada 10–20 tahun lalu.
Dari seluruh propinsi di Indonesia ternyata Yogyakarta punya angka yang cukup tinggi dalam hal minat baca yaitu 73,27 pada tahun 2023. Itupun saya duga didominasi oleh para mahasiswa yang belajar di Yogyakarta dan mungkin bisa jadi bukan penduduk asli Yogyakarta hahaha...
Ada beberapa faktor yang layak dipertimbangkan sehingga membuat minat baca rendah, antara lain :
Budaya & Kebiasaan
-
Membaca belum jadi tradisi keluarga maupun komunitas.
-
Anak lebih sering dikenalkan pada gawai hiburan (YouTube, TikTok, game) dibanding buku.
-
-
Motivasi & Relevansi
-
Banyak orang merasa membaca buku tidak praktis dibanding menonton video atau mendengar podcast.
-
Materi bacaan kadang tidak sesuai kebutuhan (misalnya terlalu akademis).
-
-
Keterampilan Literasi
-
Hasil PISA 2022: Indonesia peringkat 62 dari 81 negara dalam literasi membaca. Artinya, kemampuan memahami bacaan rendah.
-
Jika membaca terasa sulit, maka akses buku sekalipun tidak cukup menarik.
-
-
Ekonomi & Sosial
-
Harga buku relatif mahal dibanding daya beli sebagian besar masyarakat.
-
Waktu luang untuk membaca juga terbatas (lebih banyak digunakan untuk bekerja atau aktivitas produktif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar