Apakah kita siap menjadi baru ?


Siapkah kita menjadi baru?


Setiap pagi kita adalah ciptaan baru, dunia baru, tantangan baru, harapan baru. Malam yang panjang saat kita beristirahat seolah memberikan tenaga baru yang akan kita pergunakan keesokan harinya. Sesungguhnya jika kita menjadi baru setiap pagi maka cara pandang kitapun akan baru kembali, ketika cara pandang kita baru maka dunia yang kita lihat juga menjadi baru. Meninggalkan segala yang sudah kita alami di hari yang lalu.  Sesungguhnya demikianlah manusia, jika ia terlalu lama berkutat dengan hal-hal lama maka ia tak lagi segera bergerak maju, ia seumpama tinggal dalam gelapnya malam, menghindari cerahnya pagi setiap hari.

Mengapa begitu sulit manusia melihat setiap hari sebagai hari baru? Yaa karena kita terikat dengan masa lalu kita, pengalaman-pengalaman kita yang tidak demikian mudah kita lupakan.  Masa-masa persiapan Pemilihan Umum 2019 juga dimanfaatkan oleh Capres dan Cawapres untuk memaknai kehidupan baru nya setelah mereka terpilih tetapi tidak lupa juga dengan menghantam lawan dengan “dunia lama” mereka. Saling mengeliminasi dan menjatuhkan, tak ada unsur sinergi sama sekali, inilah letak kekeliruan mengapa kita sulit membangun kebersamaan bangsa.

Mari bertutur lebih positif, lebih produktif untuk mencapai kesejahteraan bersama. Bukan sekedar kemenangan kelompok atau bahkan dengan mengganti ideologi yang belum pasti jaminan dan buktinya.

Teruslah menghina ?


Yang direndahkan tak selalu rendah

Jika kita memperhatikan dua calon Presiden dan wakilnya untuk pemilihan umum tahun 2019, persaingannya benar-benar panas. Namun memang ada salah satu calon yang saya perhatikan lebih suka bersaing dengan cara cara yang konfrontatif, lebih suka diekspose sekalipun kadang-kadang menggunakan cara cara yang tidak elegan. Cara-cara yang merendahkan pihak lain kadang-kadang membuat orang lain menjadi tidak nyaman. Seperti misalnya menyebut tampang Boyolali yang serta merta menuai kritik dari mereka yang lahir di Boyolali. Kemudian wartawan tidak bisa kaya, serta merta membuat wartawan gerah, lalu akhir akhir ini adalah “lulusan SMA paling banter cuma jadi tukang ojek”, yang inipun pasti membuat tukang ojek menjadi bergejolak.

Tetapi diatas semuanya itu marilah saya ajak kita melihat sisi positif dari pernyataan-pernyataan tersebut.  Kita lihat bahwa semua pernyataan merendahkan itu tidak terbukti nyata, hal tersebut nampak dari respon yang begitu santer setelah pernyataan tersebut diluncurkan. Justru terjadi hal hal yang berkebalikan. Bahwa sesungguhnya ada juga tampang Boyolali yang sukses sebagai orang terpandang dan berjabatan, bahwa sesungguhnya ada banyak wartawan yang sukses secara finansial, bahwa sesungguhnya banyak tukang ojek yang menjadi tumpuan hidup keluarganya dan juga sukses, tidak semua tukang ojek hidup sengsara. Bahwa ada dokter yang punya sambilan sebagai tukang ojek itu sungguh sebuah kenyataan yang menohok. Bahwa ada banyak hal positif dimunculkan akibat adanya pernyataan kontroversial tersebut.

So bagaimana? Kalau sudah begini saya bersyukur ada orang yang memancing bawah sadar kita bahwa sebenarnya tak ada yang perlu direndahkan karena sesungguhnya kita duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.  Bangsa kita bangsa yang beradab dan mulia, tentu tak pantas sesama anak bangsa salin merendahkan. Tetaplah berjuang untuk kemajuan Indonesia.

BEGITU DEKAT, BEGITU NYATA


Markus 5:21-43

Entah kebetulan atau tidak dua kejadian ini disajikan didalam sebuah perikop yang sama? Kejadian perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun dan peristiwa anak yairus yang sakit keras.  Keduanya diungkapkan bersama – sama dalam satu perikop karena mempunyai tujuan yang hendak disampaikan oleh Yesus kepada kita semua.
Beberapa hal menarik tentang keduanya :
  •  Keduanya berkisah tentang orang yang sakit, yang satu adalah wanita yang sakit pendarahan dan yang lainnya adalah anak perempuan dari Yairus seorang kepala rumah ibadat.
  • Si perempuan yang sakit pendarahan datang sendiri di dekat Yesus, sedangkan anak perempuan Yairus tidak datang secara langsung, tetapi hanya Yairus ayahnya yang datang memohon kesembuhan kepada Yesus.
  • Perempuan itu sudah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah menghabiskan harta si perempuan itu untuk mencari kesembuhannya. Yairus rupanya langsung mencari Yesus untuk meminta kesembuah anaknya, ia bukan mendatangi tabib atau penyembuh lainnya terlebih dahulu.
  • Baik perempuan yang sakit pendarahan itu disembuhkan oleh Yesus, demikian pula anak yairus yang sakit bahkan dikatakan sudah mati.
  • Baik perempuan maupun Yairus masing-masing mengemukakan pernyataan iman yang begitu detil. Si perempuan yang sakit pendarahan menyatakan (ayat 18 )“Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh”. Sedangkan Yairus demikian juga, ia mengatakan ( ayat 23 b ) :”letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup”
  •  Uniknya untuk memperoleh kesembuhan mereka, Yesus melakukan/mengijinkan mereka masing-masing melakukan/mengalami seperti yang mereka imani: Perempuan yang sakit pendarahan itu ( ayat 33b ) dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Ia mengakui dengan jujur bahwa telah menyentuh jubah Yesus. Demikian juga dengan anak Yairus yang sakit disembuhkan oleh Yesus dengan jalan ( ayat 41 ) Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya:”Talita kum,” yang berarti “hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah”

Sungguh luar biasa proses kesembuhan yang diterima olEh masing-masing orang. Saya yakin bahwa apa yang hendak dikatakan Yesus kepada kita adalah soal bagaimana seseorang sampai pada sebuah pernyataan iman yang begitu nyata. Bagaimana si perempuan yang sakit begitu yakin bahwa dengan menyentuh jubah-Nya ia akan sembuh, padahal ia belum pernah melakukannya. Darimana timbul keyakinannya yang begitu besar? Bagaimana pula Yairus yang sampai pada sebuah kalimat “letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat…” darimana semuanya itu padahal Yairus belum pernah mengalaminya sebelumya?

Inilah yang menjadi sangat penting kita perhatikan, Yesus tidak mempersoalkan apakah Ia ditemui lebih dahulu atau ditemui kemudian. Penekanannya adalah pada statement iman yang begitu jernih oleh masing-masing orang.

Apakah kita sudah sampai pada ungkapan iman yang jernih dan begitu nyata dalam hidup kita? 

Apakah keimanan kita masih samr-samar dan belum nyata sebagaimana mereka berdua?

Marilah kita semakin dekat dan bertumbuh kearah Kristus agar iman kita semakin nyata didalam-Nya