Apakah Seninmu berbalut sukacita?


Senin ceria
Mas Haryanto
Jajan Pasar

     Hari Senin biasanya menjadi hari super sibuk setelah libur hari Minggu, atau bahkan libur 2 hari bagi yang Sabtunya juga libur.  Tentu ini akan membuat kemalasan-kemalasan tersendiri ketika kita tidak punya motivasi yang tepat saat memasuki hari Senin.

     Memikirkan rencana-rencana kecil untuk mengantisipasi kebosanan yang melanda hari Senin yang mulia.  Misalnya dengan jalan coffee break di lokasi ngopi yang berbeda. Bagi mereka yang tinggal di Jakarta atau kota besar yang sibuk sekali maka ngopi bisa menjadi sebuah alternatif tengah hari yang memberi booster bagi semangat kita.  Bagi saya yang tinggal di Jogja, kota ini relatif adem ayem maka ada banyak pilihan lokasi ngopi sebagai mood booster. Dari memilih lokasi yang bertarif mahasiswa, bernuansa keindahan alam, sampai yang berlatar belakang global seperti Starbucks.

     Cobalah memberi sentuhan berbeda untuk setiap Senin mu, agar ia memberimu kekuatan untuk menuntaskan waktunya dengan penuh keceriaan.

Selamat hari Selasa..!

Tinggal bersama Allah?


Renungan Mazmur 15

Pernahkah Anda menumpang di rumah seseorang? Apakah itu rumah saudara kita atau rumah sahabat kita tentu masing-masing mempunyai aturan yang berbeda-beda. Dari soal meletakkan handuk setelah mandi sampai dimana meletakkan sabun mandi, atau bagaimana menaruh piring sesudah makan. Semua dengan kebijakan tak tertulis yang sudah disepakati oleh anggota rumah tersebut.  Sebagai seorang yang menumpang tentulah kita harus mengerti tata krama saat kita menumpang. Berbeda dengan hotel dimana kita membayar biaya sewanya setiap hari. Ada hal yang perlu kita ketahui yaitu soal aturan internal yang diterapkan disana.

     Saya ingat ketika masa-masa kuliah dimana saya harus menumpang di rumah salah seorang sahabat ibu saya. Sambil kuliah saya membantu sahabat ibu saya tersebut di sebuah warung sembako miliknya. Mulai dari menimbang gula, beras dan sebagainya. Itu sebuah konsekuensi jika kita menumpang, kita harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

    Dalam Mazmur 15 ada sebuah pertanyaan penting disana :”Siapakah yang boleh menumpang dalam kemah-Mu?”.  Tentu ada aturan yang ketat disaat kita “menumpang” didalam kemah Tuhan. Tempat tinggal/bersemayam Tuhan. Artinya ada sebuah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita untuk “menumpang” dalam kediaman-Nya. Dan yang lebih penting lagi adalah apakah kita layak tinggal didalam kemah Tuhan. Ini menjadi penting mengingat kekudusan Allah.

      Ayat ke 2 – 5 menjadi jawaban atas pertanyaan diatas, menjadi sebuah syarat bagi mereka yang hendak menumpang di rumah Allah. Ada beberapa syarat yang harus kita penuhi manakala kita berdekatan atau bersekutu dengan Allah. Kita menyesuaikan dan mentaati apa yang Allah lakukan. Berlaku tidak bercela, melakukan keadilan, menyatakan kebenaran dengan segenap hatinya, tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat, tidak menimpakan cela kepada tetangganya, tidak memandang hina orang, memuliakan orang yang takut akan Tuhan, memegang sumpahnya, tidak meminjamkan uangnya dengan riba, tidak menerima suap. Inilah sebagian dari hal-hal yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan.

Jadi apakah kita sudah siap menumpang di kemah-Nya?

Selamat merenungkan

Dipulihkan dari kebebalan

Mazmur 14


Renungan Mazmur 14

Mazmur ini diawali dengan perkataan atau pendapat orang bebal tentang Allah. Siapa orang bebal itu?  Amsal mengatakan bahwa “Seperti anjing kembali ke muntahannya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya – Amsal 26:11”.  Amsal memberikan gambaran bahwa orang bebal adalah orang yang tidak mendengarkan orang lain, ia berbalik pada sesuatu -pasti yang buruk, digambarkan dengan muntahan- yang seharusnya ia tinggalkan. Bisa perbuatan, sikap, hal-hal yang harus ditinggalkan tetapi justru diulanginya untuk dilakukan kembali.  Lantas bagaimana mungkin seorang bebal punya pendapat tentang Allah yang Maha Agung dan Maha Suci? Sudah barang tentu pendapatnya akan nyinyir. Pemazmur mengatakan bahwa orang bebal perbuatannya busuk dan jijik, tidak ada yang berbuat baik.
Kontras dengan ayat yang pertama dari mazmur ini adalah ayat yang kedua. Seolah Allah ingin membuktikan apa yang dikatakan oleh si bebal dengan kalimat “Tidak ada Allah”.  Allah memandang ke bawah dari surga, dari tempat kudus-Nya ia memandang ke  bawah untuk memastikan benarkah sudah tidak ada lagi yang berbuat baik? Tetapi perkataan “memandang” itu menyatakan bahwa “Allah ada”, tidak seperti si bebal menyatakan di ayat yang 1.
Ayat ke 3 memberi penekanan lebih kepada ayat 1 dan 2, memberi kesimpulan bahwa memang benar semua telah menyeleweng dan bejat, tidak ada yang berbuat baik seorang pun tidak
Allah tetap optimis bahwa ada angkatan yang benar yang akan disertai-Nya, ayat 5b dengan jelas menyatakan “sebab Allah menyertai angkatan yang benar.”
Mazmur ini memberikan penghiburan bagi kita di tengah-tengah dunia yang jahat, penuh dengan orang bebal tetapi sekalipun demikian Allah tetap menyertai orang-orang benar. Ada angkatan yang disertai oleh-Nya ditengah tengah kebebalan yang melanda dunia. Harapan selalu diberitakan kepada mereka yang berharap kepada kasih-Nya. “Apabila TUHAN memulihkan keadaan umat-Nya, maka Yakub akan bersorak-sorak, Israel akan bersukacita” Kata kuncinya adalah pemulihan yang dilakukan Allah terhadap umatnya.
Apakah kita juga menghendaki pemulihan oleh Allah, jauh dari kebebalan, jauh dari kejahatan. Kiranya ini mengingatkan semua akan Kasih Tuhan Yesus Kristus yang datang untuk keselamatan seluruh dunia.

Selamat merenung

Dekat dengan Allah


Mazmur 13

Doa Kepercayaan
Judul yang ditaruh pada Mazmur ini adalah Doa Kepercayaan namun 2 ayat di dalamnya selalu diawali dengan kata tanya yang justru membuat pembaca bertanya tanya, apakah tidak berlawanan judul dengan kalimat-kalimat didalamnya?  Yang saya maksudkan adalah dalam ayat 2, Berapa lama lagi Tuhan … dan juga dalam ayat 3, berapa lama lagi aku harus …… mari perhatikan bersama bukankah sepintas kita melihat pemazmur mempertanyakan sesuatu hal kepada Tuhan. Tuhan dianggap melupakan, dianggap menyembunyikan diri. Tuhan dianggap tidak memberi penghiburan karena pemazmur merasa tetap kuatir dan bersedih.  Sampai disana mungkin kita masih melihat hal-hal yang berlawanan.
Tetapi didalam ayat 4 dan 5 pemazmur sepertinya memperoleh jawaban dalam doanya. Ia memperoleh pandangan dan pencerahan sebagaimana yang tertulis didalam ayat 4 dan 5. Kalau boleh saya katakan bahwa ayat 4,5 adalah kalimat -kalimat permohonan yang lebih tajam dan jelas tujuannya.  Sedangkan ayat 2 dan 3 adalah kalimat yang menunjukkan realitas yang dihadapi pemazmur dalam kesesakannya.
Ungkapan hati pemazmur menunjukkan betapa dekatnya dia dengan Allah, ada kebebasan namun dengan tetap menghormati Tuhan saat dia mengungkapkan isi hatinya melalui doa. Seperti kedekatan ayah dan anak ketika anaknya memohon nasihat dan petunjuk kepada ayahnya. Tanpa kedekatan kita tak pernah menjadi terbuka dihadapan Allah. Tanpa relasi yang dibangun terus menerus dan intim kita tak mingkin membuka diri kita sedemikian rupa dihadapan-Nya sekalipun Allah tahu apa yang sebenarnya sedang kita hadapi.
Tetapi inilah kuncinya yang terdapat di dalam ayat ke 6. Sungguh sesuatu yang sangat melegakan.  Lihatlah kalimat yang ada disana :”Tetapi aku, kepada kasi setia-Mu aku percaya”  Sungguh penyerahan total pemazmur kepada Allah-Nya. Tidak ada jawaban yang ia harapkan dari doanya. Namun hanya keberserahan yang ia lakukan. Seolah-olah ayat 6 ini dia peroleh setelah Tuhan menjawab dalam diam. Kadang Tuhan menjawab doa-doa kita dalam diam, namun sejatinya itulah jawaban-Nya. Ia membiarkan kasih karunia-Nya bekerja dalam diri kita dengan memberikan jawaban yang akan bisa kita pahami dengan sendirinya tanpa secara verbal memberi petunjuk khas.  Ada sukacita yang diungkapkan pemazmur disana “hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu.” Dan pada akhirnya hanya kemuliaan Tuhan saja yang dipuji, “aku mau menyanyi untuk Tuhan …”
Bagaimana dengan kehidupan doa kita? Mari kita melihat bagaimana teladan Pemazmur dalam mengungkapkan isi hatinya:
  • ·         Terhubung dekat dengan Tuhan sehingga mampu membuka isi hati kita.
  • ·         Tidak menantikan jawaban verbal dari doa, kadang-kadang Allah menjawab dalam diam.
  • ·         Segala jawaban doa kita itu hanyalah kasih karunia-Nya saja.
  • ·         Semua jawaban doa doa kita adalah untuk kemuliaan Tuhan saja.

Selamat merenung


Refleksi badai Jebi untuk kita


Pagi tadi saya bangun jam 05.00, itupun saya sudah menganggapnya kesiangan dan sedikti membuat saya terkejut. Namun yang lebih membuat saya termangu adalah ketika melihat berita dari twitter bahwa Jepang baru saja diguncang Gempa, tepatnya di Sapporo.  Betapa badai Jebi yang merusak masih sedemikian terasa dampaknya di Jepang. Bada Jebi yang berkekuatan ratusan km per jam menghantam laut sehingga menimbulkan banjir dan korban jiwa serta materi.
                Membayangkan yang terjadi disana, pikiran saya tak bisa tenang seharian.  Betapa dahsyatnya amukan alam atas Jepang. Dikatakan dalam berita bahwa sebagian Jepang lumpuh.  Negara yang begitu maju namun kerapkali dihantam bencana, gempa bumi seperti menjadi langganan. Juga tidak ketinggalan badai.  Mereka sepertinya sudah menganggap hal yang “biasa”. Dan akan segera bangkit kembali untuk melanjutkan hidup mereka. 
                Saya tidak pernah minta ini terjadi di Indonesia, amit amit.  Semoga mereka diberikan kekuatan.  Saya menilai bahwa bangsa yang sering dihantam bencana tentu mempunyai kesiapan terhadap terjadinya bencana, rasa penyerahan yang tinggi, bersahabat dengan alam, toleransi dengan sesama rakyat tentu akan lebih baik karena merasakan penderitaan yang sama.
                Mereka tidak saling mempersalahkan, apalagi mengklaim itu sebagai azab Tuhan. Mungkin itulah yang harus kita simak baik baik. jangan sedikit-sedikit menganggap bahwa Tuhan menghukum karena ini dan itu. Kita tidak pernah tahu logika Kemaha Kuasaan Tuhan pemilik semesta. Jangan terlalu mudah "menghakimi" Tuhan, pastilah dia menghukum dan sebagainya. 
               Tidak layak saya membandingkan rakyat negeri ini dengan Jepang. Kultur dan budayanya tidak sama, kita sama sama manusia namun berbeda dalam cara hidup dan kebiasaan hidup.
Melihat hal itu betapa kita bersyukur dikaruniai alam yang indah dan kaya, namun hanya karena kepentingan segelintir orang maka bangsa ini hendak dicabik cabik persatuannya. Sebaiknya kita ber refleksi dari kejadian bencana di Jepang