Coretan dinding, apakah itu termasuk sampah?

Kalau untuk kebersihan, apakah coretan coretan di dinding dianggap sebagai kotoran atau sampah? Atau justru dianggap sebagai tempat berekspresi bagi seniman? Sering hal itu tak begitu jelas bedanya. Di kota Jogjakarta saya banyak melihat coret coretan di dinding : didekat perumahan, di dinding atas rumah yang tak terpakai, di dinding jembatan layang, di rolling door toko toko. Masih untung kalau gambar gambarnya bisa dipakai sebagai kritik, kalau sekedar semprot semprot, maka tak lebih hanya seperti meludah atau membuang sampah tidak pada tempatnya.
Barangkali yang berwenang cukup sulit membuat undang undang vandalisme, apakah harus membedakan mana yang bernilai seni dan mana yang asal asalan?
Tapi Jogjakarta adalah penerima Anugerah Adipura tahun 2012, saya tak jelas bagaimana cara menilai sebuah kota sehingga bisa dikategorikan kota bersih? Apakah sampah hanya yang tercecer di tanah, hanya yang terhanyut di sungai. Tampaknya sampah mengikuti hukum gravitasi. Kalau yang tercoret di dinding itu tak memenuhi hukum gravitasi jadi dianggap bukan sampah.
Belum lagi sampah sampah iklan bertebaran disana sini membuat suasana kota memuakkan.Penataan bilboard iklan tak senonoh membuat mata pedih, disana sini orang menjajakan barang. Seolah olah setiap manusia harus membeli. Seolah olah setiap manusia siap dieksplorasi hartanya demi sebuah produk: kartu perdana, obat penghalus kulit, parfum, pentas musik, mal baru, penerbangan murah, perumahan, apartemen, hotel...... sampah.

Saya tak pernah menggugat apapun, namun Kota Istimewa tercinta ini akan menjadi lebih cantik jika dindingnya bersih. Silakan mencoret dengan nilai seni yang tinggi, bukan asal menggambar logo yang hanya dipahami oleh pelukisnya sendiri.

Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar