Spiritualitas dan sejarah yang membangun keimanan

 Saya sekolah di SMA jurusan IPA, itu pada periode 1983-1986.  Mata peajaran saya lalui dengan tekun saja tetapi bukan dengan cinta. Target saya hanyalah meraih nilai supaya saya bisa lulus dengan baik.  Dan tentu ini menjadi idaman orang tua.  Entahah mengapa cinta kepada pelajaran IPA itu tidak bisa timbul di hati saya.  Sedangkan mata pelajaran IPS lebih mudah saya serap karena saya memandang kebanyakan hanya berupa hafalan-hafalan.  Inipun tidak bisa menimbulkan cinta kepada mata pelajaran sosial.  Saya juga bingung pada saat itu, namun saya tidak mencari tahu melalui sisi intelektuialitas saya. Dengan keterbatasan dana saya tidak bisa mencari buku-buku yang mencerahkan pikiran saya.

Waktu SMA buku-buku yang sifatnya tentang spiritual sudah saya sukai. Beberapa buku tentang bagaimana membaca aura, bagaimana menggunakan pendulum, bagaimana belajar hipnotis, dan buku-buku sejenisnya sudah menjadi sebuah kegemaran tersendiri bagi saya. Saat itu saya juga mempraktikkan bagaimana memakai pendulum dan menurut saya memang sesuatu yang mengagumkan. Itu sekitar tahun delapan puluhan loh sudah lama sekali.

Singkat kata setelah saya menjadi dewasa dan menjelang setengah abad, saya mulai mencintai isyu isyu sejarah dan spiritualitas.  Seperti sebuah perjalanan hidup yang memang harus dilalui. Saya juga tidak pernah kecewa mengapa saat SMA saya tak pernah mencintainya.  Setelah berpenghasilan saya lebih bisa banyak membeli buku-buku tentang spiritual dan sejarah.  Sebagai pengikut Yesus Kristus saya ingin mencintai-Nya bukan dengan cara yang seperti kebanyakan orang lakukan. Ada sisi-sisi yang perlu saya sisir dari luar melalui buku-buku yang kadang menantang iman percaya saya. Bukan sebagai pencarian untuk memperoleh sesuatu yang meneguhkan iman saya. Tetapi inilah yang membuat saya memahami Yesus dengan cara yang lebih rumit menurut saya.  Senang sekali tatkala mendengarkan ulasan-ulasan teologi dari para dosen sekolah teologi yang begitu kritis dan luas pemahamannya.  Bukan dengan terdoktrin secara membabi buta belaka.  Ketika di gereja saya ada serial pembinaan untuk pengerja, saya mengikutinya. Membedah "kitab suci" dari sisi sejarah membuat saya sangat tertarik.  Membaca buku-buku yang menyoroti kekristenan dari sisi penulis sekuer juga sungguh memperkaya saya.  Dari situlah justru iman saya terbangun dengan alami.  Saya dengan mudah bisa menemukan benang merah dan menepis keraguan-keraguan yang kadang timbul membersit ditengah perjalanan hidup saya.

Secara pribadi saya suka bersikap kritis terhadap spiritualitas. Saya membaca berulang-ulang buku yang kadang membuat saya mengernyitkan dahi.  Saya menyukai isyu-isyu penciptaan, kisah-kisah dari mitologi Yunani yang semuanya itu memperkaya. Saya menjadi maklum ketika membaca ada kemiripan tentang kisah kisah penciptaan di kitab suci dengan kisah mitologi. Namun sekali lagi saya sangat maklum, pemahaman saya tentang bagaimana cara orang zaman dahulu bertutur dan menceritakan kembali kisah yang barangkali diterima dari mulut-ke mulut.  Namun di hadapan banyak orang saya tidak sering berpendapat, saya lebih suka melihat apa komentar komentar teman teman sambil mengamati nya.

Sekelumit kisah perjalanan ini saya tuliskan untuk sekedar berbagi dengan pembaca, barangkali ada yang punya pemikiran mirip dengan saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar