Bisnis Bimbingan Belajar, ujung ujungnya...... duit juga

Sabtu pagi 26 Mei 2013 anak saya mendapat undangan untuk mengikuti try out kenaikan kelas dari kelas 5 ke kelas 6 oleh sebuah bimbingan belajar yang berkantor di Jl. C Simanjuntak Jogja. Ada dua tujuan yang hendak dicapai bimbingan belajar itu, yang pertama anak bisa mengetahui kemampuannya setelah mengerjakan 85 soal yang disajikan. Kedua, saat anak anak mengerjakan soal maka orang tua diberi presentasi sederhana tentang layanan bimbingan belajar tersebut serta gambaran mengenai NEM yang menjadi syarat agar bisa diterima di SMP negeri favorit di Kota Jogja. Karena anak saya belum terbiasa memakai pensil 2B dan cara bagaimana menghitamkan dengan baik, ditambah memang tanpa persiapan, Maka tentu saja hasilnya buruk.
Nampaknya ini merupakan cara pemasaran yang cukup efektif, mengapa demikian? Karena jika hasil yang diperoleh dalam try out kurang memuaskan tentu anak anak akan merasa tidak siap menghadapi kenaikan kelas 5. Jika anak anak merasa tidak siap maka tentu ia akan meminta orang tuanya untuk mengikutkan dirinya kepada bimbingan belajar tersebut.  Dari sisi orang tua yang sudah diberi presentasi tentu juga akan mempertimbangkan untuk mendaftarkan anaknya ke bimbingan belajar tersebut. Apalagi bimbingan yang diberikan di awal kelas 6 lebih menjamin seorang siswa agar dapat belajar lebih baik untuk meraih keinginannya masuk ke sekolah negeri favorit. Ditambah lagi bonus bonus dan cash back besar. Ini sudah memakai cara pemasaran modern yaitu : memberikan tenggat waktu Bonus. Jika dibayar lunas maka Bonus diberikan tetapi jika diangsur hanya akan diberi sebagian bonus saja. Kemudian cash back besar juga merupakan iming iming yang menggoda bagi orang tua siswa.
Rupa rupanya bimbingan belajar masih menjadi sebuah bisnis yang bagus di Jogjakarta.  Entah orientasinya murni memberikan bantuan pendidikan atau memang ber orientasi bisnis semata. Hasil prestasi siswa yang dinilai berdasarkan nilai semata membuat para siswa berlomba lomba meraih nilai tinggi. Apalagi SMP favorit juga mensyaratkan range nilai tertentu bagi yang akan masuk ke sana.  Saya berpikir jika SMP favorit sudah mensyaratkan NEM tertentu maka sudah barang tentu nanti hasilnya atau lulusannya akan baik karena inputnya sudah berupa siswa siswa yang punya kepandaian.  Celakanya ada juga SMP tempat "berkumpulnya" siswa siswa dengan NEM yang buruk dan barangkali hanya sedikit saja siswa dengan NEM bagus yang "tersesat" kesana.  Ini tentu membuat siswa semakin terkotak kotak.  Ada kelompok NEM bagus dan ada kelompok NEM jelek. Menurut saya adalah bagaimana mengembangkan semangat berbagi untuk sesama siswa pada saat mereka ada dibangku sekolah. Bagi siswa yang merasa bisa belajar lebih baik maka dia menjadi mentor bagi siswa siswa lain yang kurang baik dalam pemahaman pelajaran.  Jika ini mulai dikembangkan sedari SD, maka tentu semangat kebersamaan dan persaingan yang sehat dapat terwujud. Si mentor tentu akan belajar dengan lebih baik karena juga takut dikalahkan oleh temannya.

Sumber foto : harianjogja(dot)com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar